Bab 682
Bab 682 Sam yang Tak Terkalahkan
“Mereka sangat sombong. Sudah menculik orang secara terang–terangan, satpam rumah sakit yang berusaha menghentikan mereka juga dihajar sampai terluka.”
“Ayah dan Ibu juga dipukul oleh mereka!”
Luna berkata dengan marah.
“Berobat? Kalau begitu, Pak Farlin nggak dalam bahaya untuk saat ini.”
Ardika menghela napas lega.
Akan tetapi, dia masih marah.
Ternyata ada orang yang berani menculik Pak Farlin di bawah pengawasannya.
“Apa kalian tahu siapa mereka?”
Hal
yang paling mendesak adalah mencari keberadaan Pak Farlin dan membawanya kembali.
Dia tahu sifat Pak Farlin dengan sangat baik.
Kalau diculik seperti ini, dia tidak akan setuju untuk mengobati orang.
Kalau mereka marah, takutnya Pak Farlin akan berada dalam bahaya.
Siapa pun yang berani menculik Pak Farlin dari rumah sakit di siang hari bolong pastilah seorang tuan yang tidak bermoral.
“Nama pria itu adalah Louis dan ayahnya lah yang membutuhkan pengobatan Pak Farlin.”
Desi berkata.
“Louis, oke. Aku akan meminta seseorang untuk menghubunginya, membawa Pak Farlin kembali dengan patuh dan datang langsung ke rumah untuk meminta maaf kepada Ayah dan Ibu!”
Wajah Ardika menjadi semakin muram saat melihat bekas tamparan merah di wajah Desi.
“Ardika, jangan membual lagi!”
Saat ini Tina meletakkan telepon dan menatap Ardika, “Tahukah kalnu siapa Louis ini? Beraninya kamu berbicara seperti itu?”
“Tina, kamu sudah tahu dari mana Louis itu berasal?”
Luna bertanya dengan cepat.
Ardika tidak peduli dengan wanita ini dan ingin melihat apa yang dia katakan.
“Louis ini adalah putra Sam, penguasa agung Kota Serambi.”
Tina berkata dengan wajah serius, “Sam ini lebih tua dari ayahku dalam hal senioritas.” Kota Serambi merupakan tempat pegunungan dan terletak di zona perbatasan provinsi.
Sejak zaman kuno, adat istiadat rakyatnya sangat tangguh dan terkenal di seluruh Provinsi Denpapan.
Saat Sam masih muda, dia melakukan pembantaian di jalan Kota Serambi dengan mengandalkan dua pisau dapur.
Meskipun Sam sudah lama tidak berkecimpung dalam urusan dunia. Text © owned by NôvelDrama.Org.
Semua urusan bisnis diserahkan kepada putra semata wayangnya, Louis.
Di Jalan Kota Serambi ada banyak orang yang kejam.
Sejauh ini, belum ada yang berani menantang posisi Sam.
“Semua orang bilang selama Sam yang Tak Terkalahkan masih hidup, tak seorang pun di jalan Kota Serambi akan berani keluar.”
“Sam yang Tak Terkalahkan?”
Ekspresi Ardika agak geli.
“Benar, ini panggilan Sam di Jalan Kota Serambi.”
Tina meliriknya dan mencibir, “Namanya sama dengan Dewa Perang yang sering kamu tiru.
Ardika yang Tak Terkalahkan.
Itu adalah nama yang digunakan Ardika untuk bergabung dengan pasukan dengan nama
samaran.
Semua orang di Negara Nusantara tahu kalau Dewa Perang juga dipanggil Ardika yang Tak
Terkalahkan.
Tina berkata kepada Luna, “Singkatnya, ada baiknya kalau masalah ini bisa diselesaikan secara damai. Kalau ingin Sam yang Tak Terkalahkan dan putranya minta maaf, itu mustahil.”
“Tina, yang terpenting adalah kita bisa membawa Pak Farlin kembali dengan selamat. Yang kita khawatirkan adalah keselamatannya.”
Kedua mata Luna memerah dan dia menggertakkan gigi, “Adapun orang tuaku yang dipukuli, anggap saja kita menelan penderitaan ini.”
Sebagai anak.
Orang tua dipukuli, tetapi dia tidak bisa berbuat apa–apa terhadap pelaku.
Luna merasa sangat kecewa.
Desi dan Jacky juga mengangguk.
Setelah mengetahui latar belakang orang lain, mereka tidak lagi berani memikirkan untuk menyuruh mereka meminta maaf.
“Nggak bisa, ayah dan ibu nggak boleh dipukul begitu saja. Kita harus membuat mereka menerima ganjarannya!
Ardika berkata dengan dingin.
“Ardika, tolong jangan cari masalah lagi. Bisakah kamu memprovokasi Sam?”
Desi memelototinya.
Tina mendengus dengan sinis dan terlalu malas untuk berbicara dengan Ardika.
“Sekarang aku akan pergi ke Kota Serambi untuk mengunjungi Sam. Walaupun dia nggak memberiku muka, dia pasti akan memberi muka pada ayahku.”
Setelah mengatakan itu, Tina bergegas pergi.
Ardika ingin pergi bersama Tina, tetapi dihentikan oleh Desi.
“Kamu nggak boleh pergi ke mana–mana, di rumah saja!”